Kamis, 23 April 2009

[Edisi 5] Pemilu Cermin Masa Depan Bangsa

Oleh: Cepruddin
Kampanye calon legislatif (caleg) 2009 semakin berlebihan dan tidak bermutu. Bagi penulis, itu pertanda kondisi bangsa kita ke depan akan semakin parah dibanding yang sekarang kita alami.Pascapemilu bangsa kita akan me­ngalami peningkatan “gizi buruk”. Orang miskin tak mampu sekolah akibat mahalnya biaya. Para putus sekolah ini akan semakin bertambah memadati jalanan dan terminal kota. Banyak warga kehilangan pekerjaan karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat banyak pabrik ditutup.Jerit tangis rakyat jelata semakin melejit di tengah himpitan hidup dan melonjaknya harga kebutuhan sehari - hari.

Di kalangan pejabat, tanaman kemunafikan semakin tumbuh subur, berkembang, dan beranak-pinak. Pengkhianatan amanat rakyat itu, mi­salnya, penjualan aset-aset milik bangsa kepada pihak asing dengan diobral. Tentu dengan cara suap – menyuap dan sogok – menyogok.Para caleg dalam kampanye 2009 ini telah menguras isi kantongnya. Tidak sedikit caleg yang kredit ke bank dan menggadaikan kendaraan. Para caleg sudah kebingungan apa lagi yang harus dijual atau digadaikan. Itu sebagaimana dilontarkan Ketua Panwaslu Jawa Tengah (Bowo), dalam sebuah seminar di Sema­rang. Ada pula yang menjual hotel. Padahal, uang itu untuk sewa hotel.
Milyaran Uang Kampanye
Di Kabupaten Sumenep Madura, diketahui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merupakan parpol paling banyak memiliki dana awal untuk kampanye. Sebesar Rp 450 juta. Di Yogyakarta, partai dengan dana kampanye terbesar adalah Partai Amanat Nasional (PAN). Yaitu, Rp 415 juta. Lebih banyak lagi, di Palangkaraya, ada satu caleg yang sampai mengeluarkan dana antara Rp8 sampai Rp10 miliar. Jumlah demikian banyak itu hanya sekadar untuk belanja atribut kampanye, selain iklan media massa.Tabur-tabur janji melalui media cetak dan elektronik juga dilakukan. Tak ubahnya seperti iklan oli mesin, semua mengklaim dirinya nomor satu, terbaik dan paling bisa menyelesaikan masalah bangsa. Maksudnya bagus, meyakinkan warga, tapi tingkahnya justru membuat geli dan menjengkelkan. Bermacam program dan janji mereka tawarkan guna menarik simpati warga.

Politik Uang
Apakah elok calon wakil rakyat menghamburkan uang untuk sekadar dikenal dan dianggap layak memimpin negeri? Sedangkan rakyat jelata menjerit membutuhkan sesuap nasi dan seteguk air.Keadilan, merupakan kata yang harus ditegakkan. Keadilan kata yang sangat mudah dilontarkan namun teramat sulit diwujudkan. Keadilan di sini tidak mungkin dijalankan, karena hanya basa-basi.Bagaimana nasib bangsa ke depan jika kepastian hukum hanya menjadi kos­metik? Yang memperindah paras kusut dan kurang menarik. Bagaimana mungkin menegakkan keadilan di negeri yang menjadi surga bagi para koruptor ini?Tak dapat kita pungkiri , budaya global dan hedonisme menjadi rangsangan yang menarik untuk ekploitasi bangsa ini. Bahwa ukuran sukses seseorang adalah seberapa banyak harta yang telah didapatkannya.
Pemiskinan Terselubung
Perusahaan, apartemen dan mobil mewah, serta sederet jabatan dengan berbagai fasilitas dan gelar, tetap melenggang tanpa kontribusi sosial yang manfaat. Mereka-mereka itulah yang membuat kita semakin miskin akan nilai-nilai spritual dan empati atau kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Di saat bangsa sudah sedemikian kronisnya, masih adakah harapan akan hadirnya seorang pemim­pin dengan keteladanan dan citra kene­garawanannya.Sebagai manusia, kita butuh materi dan prestasi. Tapi akan menjadi naif dan menyedihkan jika pemimpin negeri hanya menumpuk materi lalu menepuk dada karena kepuasan telah meraih semuanya.Tangis rakyat jelata, orang miskin yang tidak mampu sekolah, gizi buruk, korupsi, suap, kelaparan, penghianatan, itulah gambaran bangsa kita pasca pemilu. Jika melihat fenomena kampanye para caleg.Ini hanya prediksi atau asumsi, mudah – mudahan kenyataan nanti tidak seperti itu, semoga bangsa kita pulih dari keterpurukan yang dialami selama ini. Walaupun tidak semudah membalikan telapak tangan. Amin. (J)


Selengkapnya...

[Edisi 4] Janji Kosong Capres

Oleh : Abdus Salam*
Presiden! Siapa yang tidak ingin men-jadi presiden. Sosok pemimpin negara serta menjadi nomor satu di Indonesia pastinya dikenal seluruh rakyat Indonesia maupun dunia, tapi tidak semua dapat menjadi presiden. Hanya yang memenuhi kriteria, dapat menjadi calon presiden (capres). Selama puluhan tahun, rakyat tertipu oleh janji kosong yang dilontarkan oleh calon presiden sewaktu kampanye.

Sosok pemimpin harapan rakyat Indonesia belum ada, harapannya muncul hanya sebagian saja. Capres memberikan janji-janji yang muluk sehingga rakyat terlena dengan buaian janji manis ini. Tahun 2009 ini merupakan tahun dimana para capres mengumbar janji manisnya untuk rakyat. Semua dilakukan demi mendapatkan dukungan rakyat saat pemilihan presiden nanti.
Tahun 2004 lalu, pemilihan presiden pertama secara langsung digelar, kini dimulai lagi kali kedua di pertengahan tahun 2009. Partai politik unjuk gigi menjual diri kepada publik untuk memunculkan capresnya masing-masing. Terlebih dengan jabatan pemimpin partai akan semakin mempermudah untuk mencalonkan diri menjadi presiden.
Figur rakyat
Figur seperti apa yang diminati rakyat untuk menjadi presiden? Pastinya seorang yang mampu memimpin dan membangun negara lebih baik, tidak tersandung korupsi, dan pro dengan rakyat. Segala macam kebijakan presiden perlu di lihat pengaruhnya, bukan cuma dilihat baiknya saja. Barangtentu kebijakan yang diambil membohongi rakyat. Melihat kejadian seperti ini, garapan pemerintahan tidak segera diatasi melainkan semakin di tambah dan ditambah terus. Seperti kemiskinan, pengangguran serta masih banyak lainnya.
Banyak ketua partai yang mencalonkan diri menjadi presiden dengan mengusung tema memberantas kemis-kinan, mengurangi pengangguran, memberi program gratis sekolah, dan harga sembako murah dll. Tema seperti ini terlalu basi dan kuno, karena capres ini muncul dan terkenal lewat media cetak atau elektronik.
Meminjam kata Ki Hajar Dewantara, pemimpin yang baik itu harus bisa “ing ngarsa asung tuladha, ing madya amangun karsa, tut wuri andayani” yang artinya di depan menjadi teladan, di tengah bersama-sama mebangun kamuan, dan di belakang memberikan dorongan kekuatan.
Dari kata Ki Hajar Dewantara itu pasti para pemimpin bisa membuat negara Indonesia lebih baik daripada sebelumnya, bukannya malah membuat negara kacau balau dan mengalami banyak guncangan.
Dalam bukunya Al Farabi yang berjudul Mabadi Arai Ahli Madinatil Fadhilah (Dasar Ideologi Warga Negara Utama), tertulis bahwa kepala negara harus memenuhi 12 syarat. Yakni sempurna anggota badannya, besar pengertiannya, bagus tanggkapannya, sempurna ingatannya, cakap dan bijak berbicara, mencintai ilmu pengetahuan, tidak hidup mewah dan berfoya-foya.
Selain itu, tidak serakah tentang ma-kanan dan hubungan kelamin, cinta kebe-naran dan benci kebohongan, cinta akan keadilan dan benci terhadap kezha-liman, sanggup menegakkan keadilan, dan yang terakhir mampu dalam penghidupannya.
Masa pencalonan presiden ini merupakan masa yang serius untuk mewujudkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan lebih baik bukan masa untuk bercanda gurau dengan rakyat serta mengembangkan sikap politik aji-aji mumpung utowo mum-pungisme (capediem).
Artinya para pemimpin partai memanfaatkan pemilu sebagai lahan kerja yang menghabiskan uang negara. Kalau ditelaah lebih dalam pemimpin yang menggunakan masa pemilu dengan politik capediem (mumpungisme) akan membuahkan diri sendiri menjadi rugi harta dan hati.
Mereka berambisi menjadi presiden, segala upaya dilakukan untuk mendapat jabatan sebagai presiden. Harta benda dan segala macam dikeluarkan untuk berkampanye, kalau memang berhasil itu cuma kebetulan tapi kalau gagal itu sudah pasti, terus apa yang akan terjadi, kerugian harta benda yang akhirnya membuat diri sendiri menjadi stres karena kehilangan harta benda.
Masalah kegagalan menduduki kursi nomor satu di Indonesia merupakan masalah serius yang berkepanjangan. Ketidakrelaan kursi presiden diduduki orang lain membuat sifat dendam dan kontra terhadap apa yang diprioritaskan oleh penduduk kursi nomor satu.
Hal ini perlu di hapus dari nalar bangsa Indonesia yang membuat para kandidat capres yang gagal mencalonkan diri menjadi stres berat.
*Kru Justisia Fakultas Syari’ah
IAIN Walisongo Semarang
Selengkapnya...

[Edisi 3] Pemilu Demo-Crazy

Oleh: Siswoyo
“Seluruh bangsa harus berhemat. Jangan pemilu baik, tapi makan susah,” demikain disampaikan Jusuf Kalla saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pencanangan Gerakan Nasional Pengawasan Pemilu di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (27/11/2008).

Pemilu di Indonesia terlalu boros dalam pengeluaran anggarannya, coba bayangkan berapa juta banyaknya kertas suara yang terlalu besar ukurannya, belum persiapan di setiap TPS yang tak sedikit menggunakan biaya. Kenapa tak seperti AS dan Negara maju lainnya yang hemat dengan memanfaatkan teknologi dalam Pemilu?.
Apa yang disampaikan JK dalam Rakornas Bawaslu bukan omong kosong belaka. Pemilu 2009 memang meng-khawatirkan, hal ini bisa dilihat dalam persiapan pra Pemilu seperti data pemilih tetap selalu berubah yang bisa mengakibatkan adanya penggelembungan suara dalam Pemilu, karena memang system pendataan kependudukan Indonesia memang kacau balau, belum lagi ditambahnya keterlambatan pengiriman surat suara hingga salah alamt dalam pengeriminnya. Padahal semua sarana ini sangat menentukan masa depan bangsa Indonesia, dan masih banyak Calon Legislatif yang tak sesuai aturan kriteria masuk dalam pencalonan pun lolos diikut sertakan dalam Pemilu kali ini
Sementara dalam hubungan masya-rakat dengan calon Legislatif lebih banyak bersifat transaksional, atau imbal jasa yang diberikan, semakin banyak modal yang dikeluarkan semakin banyak pula modal yang dikembalikan. Padahal masyarakat seharusnya ikut berpartisipasi meng-sukseskan Pemilu 2009, karena di-harapkan pemilu 2009 mampu meng-hasilkan Wakil-wakil rakyat yang didasari oleh kejujuran dan ketulusan hati dalam menjalankan amanat rakyat. Kesucian suara rakyat inilah yang mampu memberikan Pemimpin yang baik untuk bangsa Indonesia, karena suara rakyat adalah suara Tuhan.
Setiap pemerintahan mutlak mem-butuhkan dukungan rakyat, Pemilu yang berdemokrasi ini jangan sampai menjadi Pemilu Demo-Crazy. Demo terus menerus setelah terpilih Pemimpin yang tak sesuai dengan harapan rakyat, crazy (gila-red) dalam persiapan untuk Pemilu dan pemilihannya, gila juga terhadap uang iming-imingan dari caleg. Oleh karena itu tak mengherankan salah satu lembaga survei untuk suara Pemilu mengatakan bahwa golput menang telak dari suara pemilih setiap Pemilu diadakan.
Sebagai modal awal rakyat dalam memilih para Pemimpin untuk bangsa ini harus berdasarkan kejujuran, keadilan dan ketulusan hati rakyat, sehingga Indonesia tak salah memilih Pemimpin Bangsa. Karena walau hanya sekitar lima menit untuk memilih Wakil rakyat akan tetapi dampaknya akan berlangsung untuk lima tahun ke depan.[j]

Selengkapnya...